JAKARATA, Koran.Tempo.co - MadeinIndonesia.com mewadahi 10 ribu eksportir lokal, termasuk UMKM, untuk masuk ke pasar global.
Sudah 17 tahun Ilyas Bhatt melanglang buana, dari Eropa, Timur Tengah, hingga ke Asia-Pasifik, menekuni bidang retail dan teknologi. Namun baru pada 2013, saat dia berkarier di Indonesia, muncul ketertarikan untuk membangun start-up digital yang menangani perniagaan produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Setelah mengamati kondisi bisnis di Tanah Air, Ilyas menyadari rumitnya pola perdagangan internasional. “Membeli produk dari sini prosesnya sangat kompleks, perlu waktu banyak, tidak efisien, dan sering kali penuh risiko,” kata dia kepada Tempo, Kamis lalu.
Ilyas menyebut persepsinya itu sama dengan hampir semua pelaku usaha di seluruh dunia terhadap Indonesia. Menurut dia, belum banyak marketplace digital Indonesia yang mampu melayani keinginan perusahaan asing secara lengkap. Hal itu menyebabkan hilangnya potensi devisa dari perusahaan internasional yang sedang mencari produk lokal dalam jumlah besar, terutama buatan UMKM. Kurangnya informasi soal harga produk dan sulitnya mencari mitra bisnis yang bisa dipercaya juga kerap membuat pengusaha asing ragu.
Semua masalah itu memberi Ilyas ide untuk mengembangkan MadeinIndonesia.com, sebuah platform digital yang mewadahi produk nasional, termasuk buatan UMKM, untuk diekspor. “Kami buat marketplace untuk meningkatkan exposure perusahaan Indonesia di tingkat global,” ucap dia.
Sebelum mendirikan MadeinIndonesia.com, Ilyas menggelar pengkajian dan serangkaian diskusi sejak 2019 melibatkan UMKM, produsen, distributor, serta calon buyer dari luar negeri. Ilyas dan timnya merekrut engineer asal Indonesia, India, dan Ukraina dalam merancang aplikasi dagang online dengan skema business to business (B2B) itu.
Aplikasi B2B, kata Ilyas, umumnya dipakai oleh produsen internasional untuk memasarkan produk ke Indonesia. MadeinIndonesia berupaya membalik kondisi tersebut, dengan membawa produk Indonesia ke pasar global. Start-up ini membantu pengadaan barang dalam jumlah besar bagi perusahaan asing. Karena menawarkan barang dengan harga bersaing, Ilyas mengklaim produk yang masuk ke platform MadeinIndonesia.com dicari oleh berbagai kalangan, dari industri manufaktur hingga pedagang grosir.
Ilyas mengakui pengembangan platform digital B2B lebih merepotkan dibanding membuat layanan berskema business to customer (B2C) atau customer to customer (C2C). Meski konsep B2B sudah dipakai banyak start-up lokal, dia mengklaim MadeinIndonesia merupakan pionir untuk distribusi barang lintas negara. Ilyas dan timnya berupaya memasang kecerdasan buatan di beberapa tahap layanan. Aplikasi bernama MadeinIndonesia.com pun diluncurkan pada Maret tahun lalu. “Platform kami harus lebih mudah dioperasikan. Proses logistik seperti pengapalan, asuransi, dan inspeksi mutu ditempatkan dalam satu wadah.”
Pada awal pendiriannya, MadeinIndonesia bermitra dengan 50 perusahaan bidang logistik, jasa pembayaran, sertifikasi, verifikasi, logistik, serta layanan lain yang menyangkut ekspor. “Pedagang lokal yang ingin bergabung harus berstatus hukum, dalam bentuk PT atau CV,” katanya.
Setahun sejak diluncurkan, MadeinIndonesia sudah menggelar kampanye pemasaran produk Indonesia. Termasuk pameran dagang virtual yang menarik buyer dari Timur Tengah, seperti Mesir, Uni Emirat Arab, dan Qatar.
MadeinIndonesia sudah meneken komitmen transaksi hingga US$ 10 juta (Rp 143 miliar), belum termasuk yang masih di tahap negosiasi. Tanpa menyebutkan nilai, Ilyas mengatakan perusahaannya baru diguyur pendanaan dari salah satu perusahaan minyak dan gas swasta terbesar di Indonesia, Medco Group. “Dari awal, kami bergerak dengan swadana, dengan biaya dari saya sendiri dan beberapa mitra,” ucapnya.
Dalam jangka pendek, MadeinIndonesia berniat menggandeng lebih dari 10 ribu eksportir. Jumlah mitra itu ditargetkan terus naik hingga 100 ribu perusahaan dan UMKM pada 2025. “Saat itu diharapkan sudah ada lebih dari 1 juta stock keeping unit (SKU) atau item yang bisa tampil di platform kami,” kata Ilyas.