Bali, Pandemi dan ‘Global Storefront’

16 Jul 2021
Beberapa waktu lalu seorang kolega yang tinggal di Bali menceritakan situasi kegiatan ekonomi di Bali selama pandemi Covid-19.
 
Kegiatan ekonomi relatif sepi, jalanan juga sepi. Kolega saya ini, yang juga punya usaha kedai kopi kecil-kecilan, juga harus menutup usahanya sementara waktu karena sepi pembeli.
 
Katanya pandemi Covid-19 telah meluluhlantakkan dunia usaha di pulau dewata itu, baik mereka yang bergerak di sektor formal maupun informal.
 
Selama ini, perekonomian Bali disokong penuh industri pariwisata. Kunjungan wisatawan asing dan domestik serta rantai industri penunjangnya, perhotelan serta industri kreatif, menjadi motor penggerak ekonomi Bali yang utama.
 
Kontribusi sektor pariwisata ke ekonomi Bali mencapai lebih dari 52 persen, jauh di atas sektor pertanian dan perikanan. Menurut perwakilan Bank Indonesia (BI) Bali, angka kontribusi sektor pariwisata ke ekonomi Bali malah mencapai 56 persen.
 
Pandemi Covid-19 yang kemudian diikuti pembatasan sosial dan pembatasan kegiatan masyarakat, atau semacam lockdown, telah mengakibatkan jumlah kunjungan wisatawan menurun drastis.
 
Pertumbuhan ekonomi nasional pada 2020, setelah sekitar 10 bulan dihantam pandemi, minus 2,05 persen dibanding tahun sebelumnya. Sementara itu, ekonomi Bali mengalami situasi lebih buruk, kontraksi 9,31 persen.
Awal tahun 2021 pun ekonomi belum menunjukkan perbaikan. Menurut catatan BI, Kuartal I 2021, perekonomian Bali masih mengalami kontraksi 5,51 persen, Jawa kontraksi 0,83 persen, Sumatra kontraksi 0,86 persen sementara itu Sulawesi, Maluku dan Papua tumbuh 3,26 persen.

Dari sisi kunjungan wisata, sebanyak 348,000 wisatawan berkunjung ke Bali pada periode Januari-Maret 2021, turun jauh dibanding sekitar 1,21 juta wisatawan di periode yang sama tahun lalu.

Tingkat keterisian hotel pun hanya 11,15 persen. Akibatnya, pelaku usaha semacam produsen kerajinan kehilangan pasar.
 
Tentunya kondisi seperti ini bukan akhir dari segalanya. Mutia Safitri, GM Sales & Marketing di platform Madeinindonesia.com, menjelaskan bahwa platform B2B lintas negara ini menawarkan cari lain dalam menembus pasar mancanegara.
 
Menurutnya, platform B2B lintas negara ini akan membantu dan memfasilitasi members, atau produsen dan pelaku usaha yang bergabung dalam platform, untuk membuka pasar mancanegara melalui apa yang dia sebut “global storefront”.
 
“Kami memberikan akses teknologi, akses pembiayaan dan akses pasar kepada member,” katanya.
 
Setiap perusahaan atau pelaku usaha yang bergabung di Madeinindonesia.com akan dibuatkan semacam “toko online” di mana mereka bisa menampilkan berbagai produk unggulan untuk ditampilkan. Produk-produk ini akan dipromosikan ke pembeli potensial di mancanegara, baik melalui email, acara business matching dan juga update posts di media sosial.
 
Akses pasar ini tentunya akan meningkatkan exposure produsen and pengusaha Indonesia ke pasar mancanegara. Strategi ini tentunya telah mulai membawa hasil. Beberapa pelaku usaha telah memberikan testimoninya.
 
CV Mahorahora Bumi Nusantara, misalnya, mengapresiasi Madeinindonesia.com karena telah membuka akses ke pasar internasional dengan keikutsertaannya dalam Pameran Dagang di Dubai, UAE, awal tahun ini.
 
Sila Tea House juga mengapresiasi Madeinindonesia.com atas bantuan promosi produk-produk Sila Tea melalui platform itu dan melalui media sosial. Sila Tea baru-baru ini berpartisipasi dalam pameran teh tahunan di Las Vegas, Nevada.
 
Platform Madeinindonesia.com juga terus memperluas jaringan kemitraan di luar negeri dengan menjalin kerjasama dengan berbagai Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI), Atase Perdagangan, ITPC, chamber of commerce dan mitra usaha swasta di negara setempat.
 
“Kami akan terus memperluas jaringan kemitraan dengan berbagai pihak untuk memperkuat keberadaan kami,” Mutia menambahkan.
 
Mutia berharap pelaku usaha Indonesia memahami potensi ini dan bergabung atau onboarding di platform Madeinindonesia.com untuk bersama-sama meningkatkan ekspor nasional.